Suriah Jangan Lewatkan Momentum Lima Tahun Emas
Suriah kini menghadapi tantangan terbesar dalam sejarah modernnya. Setelah lebih dari satu dekade konflik, negeri itu dihadapkan pada pilihan penting: bangkit memulihkan diri atau tertinggal dalam gelombang pembangunan global. Para pengamat menekankan bahwa lima tahun ke depan adalah momentum emas yang tidak boleh disia-siakan.
Banyak perkiraan menyebutkan bahwa Suriah membutuhkan waktu antara 10 hingga 30 tahun untuk mengembalikan kondisi ekonomi seperti sebelum perang. Namun, waktu panjang itu bisa dipangkas bila langkah-langkah strategis diambil sejak sekarang.
Lima tahun mendatang menjadi masa krusial karena berbagai faktor mulai bergerak. Stabilitas relatif di beberapa wilayah telah membuka ruang bagi investor lokal, diaspora Suriah, maupun mitra internasional untuk melirik kembali pasar Suriah.
Pemerintah di Damaskus dituntut menyiapkan kerangka hukum yang jelas, sederhana, dan transparan bagi investor. Tanpa kepastian hukum, modal asing maupun lokal akan enggan masuk, dan peluang emas pemulihan bisa terlewat begitu saja.
Selain regulasi, Suriah harus menaruh perhatian besar pada sektor energi. Listrik dan bahan bakar menjadi kebutuhan utama bagi setiap kegiatan ekonomi. Pembangunan infrastruktur energi yang efisien dan berkelanjutan menjadi syarat mutlak.
Sektor konstruksi diprediksi akan menjadi motor pemulihan paling awal. Dengan jutaan rumah hancur akibat perang, kebutuhan akan pembangunan perumahan, fasilitas publik, dan gedung usaha akan menjadi ladang lapangan kerja bagi warga Suriah.
Namun, Suriah tidak boleh hanya mengandalkan pembangunan fisik. Pembangunan manusia harus berjalan seiring, dengan investasi di bidang pendidikan dan kesehatan agar generasi baru mampu mengambil peran aktif dalam pembangunan.
Dalam konteks ini, penguatan sektor pendidikan vokasi sangat penting. Pemuda Suriah perlu dibekali keterampilan praktis di bidang teknik, IT, pertanian modern, dan energi terbarukan agar mereka tidak hanya menjadi tenaga kerja, tetapi juga penggerak inovasi.
Agrikultur juga harus kembali menjadi tulang punggung. Sebelum perang, Suriah dikenal sebagai lumbung pangan kawasan. Dengan sistem irigasi yang diperbaiki dan teknologi pertanian baru, negeri ini berpotensi kembali swasembada bahkan menjadi pengekspor.
Sementara itu, sektor pariwisata tidak boleh diabaikan. Meski citra Suriah masih dibayangi konflik, kekayaan sejarah dari Palmyra hingga Aleppo bisa kembali menjadi magnet wisata bila keamanan dijaga dan infrastruktur pendukung diperbaiki.
Lima tahun ke depan juga harus dimanfaatkan untuk membangun kemitraan regional. Suriah bisa menjalin kerja sama lebih erat dengan negara tetangga seperti Irak, Lebanon, Iran, bahkan negara Teluk untuk memulihkan perdagangan lintas batas.
Peran diaspora Suriah sangat besar. Jutaan warga Suriah yang tersebar di berbagai negara membawa modal, jaringan, dan keterampilan. Jika diberi insentif, mereka bisa menjadi motor investasi baru di tanah air.
Pemerintah Suriah juga perlu merancang kebijakan fiskal yang realistis namun progresif. Pungutan pajak harus dibuat adil dan mudah dipatuhi, sambil memastikan bahwa hasil pajak benar-benar kembali ke rakyat dalam bentuk layanan publik.
Kestabilan politik menjadi kunci utama. Tanpa jaminan keamanan dan rekonsiliasi sosial, pembangunan akan terhambat. Oleh karena itu, rekonsiliasi nasional yang inklusif harus menjadi prioritas dalam lima tahun ini.
Teknologi digital bisa menjadi jalan pintas percepatan. Suriah berpeluang membangun ekosistem digital, mulai dari layanan publik daring hingga e-commerce, agar perekonomian bergerak lebih cepat tanpa menunggu infrastruktur konvensional rampung seluruhnya.
Kerja sama internasional di bidang rekonstruksi juga tak bisa dihindari. Meski sanksi masih menjadi hambatan, diplomasi Suriah perlu diarahkan untuk membuka jalur bantuan teknis dan investasi dari mitra yang bersedia.
Ekonomi kreatif bisa menjadi tambahan tenaga. Musik, seni, film, dan kerajinan tangan Suriah memiliki pasar tersendiri di dunia Arab maupun global. Dukungan pada sektor ini bisa menghidupkan kembali identitas budaya sekaligus mendatangkan devisa.
Jika Suriah melewatkan lima tahun emas ini, jalan menuju pemulihan bisa semakin panjang. Sebaliknya, bila momentum dimanfaatkan dengan baik, dekade berikutnya bisa menjadi era kebangkitan yang nyata.
Para pengamat menekankan bahwa Suriah harus berpikir visioner. Bukan hanya membangun kembali apa yang hilang, tetapi menciptakan masa depan yang lebih kokoh, berkelanjutan, dan modern.
Momentum lima tahun ini adalah ujian sejarah. Apakah Suriah akan bangkit dengan strategi jelas, atau kembali tenggelam dalam ketidakpastian, semuanya bergantung pada keputusan yang diambil hari ini.
Tidak ada komentar